TopMenu

Minggu, 15 Juni 2014

Geliat Pemukiman Sekitar Pondokcabe

Apa yang terjadi tatkala di hari kerja ataupun jam sibuk kita menyusuri Kelurahan Pondok Cabe, Kota Tangerang Selatan? Hampir pasti jawabannya: bersua kemacetan lalu lintas yang cukup berat. Jawaban lainnya, menikmati kemacetan dengan melihat papan penunjuk arah kompleks real estat yang bertaburan di sana.

Perkembangan sektor real estat di Pondok Cabe, kawasan di bagian selatan Jakarta itu, memang lumayan, sekalipun sejauh ini akses jalan dari/ke sana masih sempit dan macet. Perkembangan serupa terjadi di kawasan tetangga Pondok Cabe. Di Kecamatan Sawangan (Depok, Jawa Barat), kompleks real estat terus bermunculan. Dan jangan lupa, Kecamatan Cinere (Depok, Jawa Barat) sejak lama dikenal sebagai salah satu kawasan real estat bergengsi di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
Jadi, Pondok Cabe diapit dua kawasan yang sektor real estatnya berkembang baik, yakni Sawangan dan Cinere. Kalau Cinere sebagai salah satu tetangga telah lama berkembang baik--bahkan di lokasi tertentu telah kehabisan land bank--bagaimana kira-kira untuk Pondok Cabe ke depan? Akankah sepesat Cinere?


Dua Pihak
Mengacu data statistik dari Pemerintah Kota Tangerang Selatan, ada dua Kelurahan Pondok Cabe. Ada Kelurahan Pondok Cabe Udik dengan luas 483 hektare dan Kelurahan Pondok Cabe Ilir seluas 396 hektare. Jadi, total luas kedua kelurahan itu melebihi 800 hektare. Kedua kelurahan itu berada di Kecamatan Pamulang dengan luas total 2.682 hektare dengan jumlah penduduk pada 2009 sekitar 217.466 jiwa.
Pesatnya perkembangan real estat di satu kawasan ditentukan beberapa pihak. Pertama, sudah tentu pemerintah daerah setempat. Bagaimana tata ruang yang dirancang? Mereka berencana membentuk sebuah kawasan untuk apa? Apakah sebagian besar dari kawasan itu dirancang untuk permukiman, atau untuk apa lagi? Dan seperti apa infrastruktur yang disediakan untuk menopang rencana tersebut? Sebagus apa pun rencana pengembangan kawasan, tentu harus diiringi perkembangan infrastruktur--jalan raya dan lain-lain--yang memadai.

Pada 2009, luas area permukiman di Kota Tangerang Selatan seluas 9.941 hektare. Itu memangsa porsi 67,54 persen dari luas kota 14.719 hektare. Dari gambaran ini, terlihat jelas bahwa mayoritas “habitat” Kota Tangerang Selatan, termasuk Pondok Cabem adalah area permukiman.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Tangerang Selatan merancang RTRW (Rencana Tata Ruang dan Wilayah) untuk menjadikan kota itu livable dan high tech city. Kota itu akan dibangun dengan sistem grid yang memudahkan konektivitas antarwilayah. Hal itu mengingat letak kota yang strategis dan menjadi penghubung tiga provinsi. Perencanaan jalur transportasi yang baik diharapkan menciptakan kawasan hunian yang nyaman (livable) bagi warga.

Dari semua itu terlihat sebagai bagian dari Kota Tangerang Selatan, sektor real estat ataupun permukiman di Pondok Cabe berpotensi terus berderap. Tata ruang yang disiapkan Pemerintah Kota Tangerang Selatan pun mendukung hal itu.

Pihak lain yang bisa berperan besar mengerek laju sektor real estat sebuah kawasan adalah tangan-tangan dahsyat developer besar. Suka atau tidak, hal ini harus diakui dan contohnya mudah ditemui di Jabodetabek.
Pengamat dari Federasi Pembangunan Perkotaan Indonesia, Budi Santoso, menjelaskan kepesatan sektor real estat di Serpong yang juga terletak di Kota Tangerang Selatan menjadi bukti peran dahsyat developer besar. “

Sekadar tambahan, ada fakta bahwa kini lebih dari setengah area di Kota Tangerang Selatan dikuasai oleh developer. Jadi, memang di tangan merekalah “nasib” kota itu ditentukan.
Pada titik ini, Pondok Cabe seakan menemui sebuah titik cerah. Pasalnya, beberapa developer besar telah ataupun akan menyinggahi kawasan tersebut. Telah lama, satu developer terkemuka membesut kompleks perumahan seluas 60-an hektare di Pondok Cabe. Developer lainnya dikabarkan akan menggarap kompleks real estat seluas 50-an hektare di Pondok Cabe. Area itu tak hanya diisi kompleks perumahan, juga perkantoran, pusat belanja modern (mal), kompleks apartemen, dan lain-lain.

Dua kawasan real estat seluas puluhan hektare itu bersanding dengan sejumlah perumahan berukuran lahan lebih kecil--beberapa di antaranya berwujud cluster (blok perumahan)--yang telah banyak terdapat di Pondok Cabe. Dua kawasan itu berpotensi memicu pertumbuhan sektor real estat di sana.
Saat ini, rumah ataupun properti lain di Pondok Cabe cenderung membidik segmen konsumen kelas menengah. Jadi, dalam hal segmentasi pasar, Pondok Cabe belum seperti kawasan Cinere yang telah lama dikenal sebagai kantung permukiman kelas menengah ke atas di Jabodetabek. Nah, manakala developer besar lebih banyak masuk ke Pondok Cabe, kemungkinan pasarnya menjadi lebih luas dan nilai keseluruhan real estat di sana turut melambung.

Yang terjadi di Kota Bekasi bisa menjadi contoh. Tatkala satu developer besar mengembangkan kompleks CBD kelas menengah ke atas di pusat kota, harga unit real estat di sekitarnya ikut terkerek. Berkaca dari itu, kehadiran developer besar di Pondok Cabe berpeluang menjadi trigger point pengembangan real estat di sana. Bila segmen pasar semakin luas, Pondok Cabe bisa menjadi duplikat kawasan Cinere. Dengan kata lain, dalam tahun-tahun ke depan, Pondok Cabe kemungkinan menerima limpahan konsumen kelas menengah ke atas yang tidak tertampung lagi di Cinere.

Bila sektor real estat di Pondok Cabe dan Sawangan bersama "bangun dari tidur", efeknya akan luar biasa. Akan muncul sebuah kawasan real estat baru yang punya kesan apik, terintegrasi, dan lintas-provinsi.
Akankah sektor real estat di Pondok Cabe (dan juga Sawangan) akhirnya naik peringkat dari segmen menengah menjadi menengah ke atas? Akankah Pondok Cabe menjadi kawasan real estat yang kurang-lebih setara Serpong, kecamatan lain di Kota Tangerang Selatan yang lebih dahulu berlari kencang? Jawaban atas pertanyaan itu menarik untuk dicermati di tahun-tahun mendatang.

0 komentar:

Posting Komentar

468x60 Ads